Wednesday, December 19, 2012

“Rekor Brutal” Messi

Posted by Unknown On 10:26 AM

Dunia menjadi milik Lionel Andres Messi, tetapi ia memberi pelajaran yang tak setiap bintang bisa melakoninya: tetap santun menjejak bumi.

Karakternya yang seperti terjaga dari segala jenis bla-bla-bla, kehidupan pribadinya yang normal, kerendahhatiannya di tengah langit prestasi dan rekor demi rekor, membuat ia mengetengahkan ”perbedaan” dibandingkan dengan banyak bintang sebelumnya,
juga yang seangkatan dan menjadi pesaingnya.

Tentu sah-sah saja megabintang seperti Cristiano Ronaldo menikmati kemasyhuran dengan gaya hidup eksklusif dan sikap sebagai primadona. Sah-sah pula pendekatan tentang karier, hidup, dan kehidupan yang melekat sebagai kepribadian Messi. Perkara ada yang suka atau tidak suka, bukankah itu bagian alamiah dari keterbelahan penyikapan?

Ya, memang akan selalu ada yang mempertimbangkan idolatrika dari sisi bagaimana kualitas sikap hidup seorang bintang. Namun tidak sedikit pula yang tak peduli: yang terpenting bagaimana kontribusi dan pembuktian sang bintang dalam dunianya. Menurut penganut pandangan ini, kehidupan nyata dan kehidupan sepak bola adalah satu dan lain hal.

Arogansi terkadang melekat sebagai bagian dari klaim keberbedaan dari yang lain. Semua mengalir membentuk karakter, jati diri; tetapi dari sisi semacam itu pulalah yang lalu muncul pembeda: ooo, ada bintang yang rendah hati, tetap membumi, jadi role model anak-anak remaja, dan itu sering diidentikkan pada Messi, atau juga pada masanya −Roberto Baggio, Kaka, dan Zinedine Zidane.

Simaklah kekaguman pelatih Barcelona, Tito Villanova, setelah Messi memecahkan rekor 85 gol Gerd Mueller dalam satu tahun di semua ajang. ”Kami berharap dia masih punya banyak lagi yang akan diberikan karena dia masih sangat muda. Saya pikir kita tidak akan melihat pemain lain yang seperti dia,” katanya.

Rekor milik legenda Jerman itu sudah 40 tahun bertahan. Dalam prediksi Villanova, untuk menyamai atau bahkan memecahkan rekor yang disebutnya ”brutal” itu, hampir mustahil ada pemain yang mampu.

Ronaldinho, mantan senior Messi di El Barca, juga angkat bicara, ”Dia yang terbaik di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir dia sudah memainkan sepak bola di level yang tak pernah kita lihat sebelumnya...”

Dan, Messi terus berjalan dengan skill seakan-akan dari ”planet yang berbeda”, sekaligus membukukan rekor demi rekor. Dari pencapaian terbaru itu, rasanya kita tidak perlu lagi disibukkan mencari jawab pembandingan siapa yang terbesar: Pele, Maradona atau Messi? Semua punya konteks zaman, kondisi, dan tantangan masing-masing. Dan, sekarang adalah era Messi.

Capaian-capaian Messi itu pula yang rasanya menyulitkan para kandidat peraih penghargaan pesepak bola terbaik. FIFA Ballon d’Or memang belum diserahkan, lalu di mana seharusnya posisi Ronaldo, Andres Iniesta, atau siapa pun nomine yang layak disandingkan dengan sang jawara?

Karena itu, walaupun rekor tersebut ”dipertanyakan” oleh kalangan sepak bola Brasil dan Zambia, pengakuan eksepsionalitas pemain yang sering disebut sebagai extraterrestrial itu tetap tak terbantahkan. Zico, bintang Brasil era 1980-an, dilaporkan membendaharakan gol lebih banyak pada 1979, sedangkan pemain Zambia Godfrey Chitalu mencetak 107 gol pada 1972. Tetapi biarlah itu menjadi urusan legalitas FIFA.

* * *

”KENAKALAN” atau kenyentrikan, pada satu segi biasanya mewujud sebagai representasi identitas atau gawan bayi” seorang jenius. Catatlah personalitas Diego Maradona yang meletup-letup, temperamen arogan Johan Cruyff, keflamboyanan Franz Beckenbauer, kebengalan sekaligus kemisteriusan Eric Cantona, ”kenakalan” Ronaldo Luiz Nazario, atau di masa lalu George Best mendapat julukan ”playboy lapangan hijau”, dan Pele yang sesuka hati menilai orang lain.

Di tengah kecenderungan identifikasi bintang yang semacam itu, Messi membuktikan ”seorang bintang pun bisa menjadi manusia normal”. Ia hidup ”biasa”, segi-segi privat di luar kehebatan sepak bolanya nyaris tak tersentuh oleh ingar-bingar publisitas media.

Bukankah misalnya, media tak terlalu memerhatikan potongan rambutnya, seperti sensasi yang selalu muncul dari tampilan metroseksual Cristiano Ronaldo.

Sedikit mengubah gaya rambut pun menjadi bahan kicauan. Gestur Messi juga nyaris ”sama” dari satu kegembiraan ke kegembiraan lain dalam selebrasi gol, dari ekspresi kekecewaan ke
kekecewaan ketika timnya menerima kekalahan.

Hebatnya, dengan ketinggian skill dan peluang untuk membukukan rekor demi rekor, Messi bukan pemain yang egois. Ia tetap pemberi assist yang membuat nyaman rekan-rekan setimnya. Ia bekerja sama sebagai unit kental dengan Cesc Fabregas, Pedro Rodriguez, David Villa, Xavi Hernandez, dan Iniesta. Lalu sebagai kapten tim nasional Argentina, ia dihormati karena menjadi ”bintang yang melayani”, pergerakan dan umpan-umpan matangnya membuka peluang gol untuk Gonzalo Higuain, Angel Di Maria, Ezequiel Lavezzi, dan Sergio Aguero.

Seluruh teknik bola, gaya, dan kualitas gol Maradona sudah disamai. Rekor- rekor besar mencatatkan namanya lebih sensasional dari mahabintang mana pun.

Jumlah pengakuan formal pemain terbaik dunia telah dikantungi tanpa tertandingi oleh para pendahulunya. Predikat The Next Maradona perlahan-lahan terkikis karena ia adalah Messi, Lionel Messi dengan segala keunggulannya.

Ia hanya belum meraih kebesaran yang melambungkan Pele dan Maradona: Piala Dunia! Namun pemain manakah —termasuk Pele dan Maradona— yang sanggup membukukan 86 gol dalam setahun untuk menjadi rekor yang oleh Tito Villanova diprediksi bakal abadi?

Seorang Zlatan Ibrahimovic boleh saja merendahkan capaian Messi, namun masyarakat dunia tak mungkin ingkar: masih banyak yang bisa ditorehkan oleh si hebat berpredikat ”kutu” itu.

(AMIR MACHMUD NS)

0 comments:

Post a Comment

Blog Followers

Categories

Android (7) BlackBerry (4) blog (1) download (29) iPad (2) iPhone (3) LG (1) linux (1) MCIT (2) Nvidia (1) tablet (3)